InfoBankNews.com– Bank Indonesia (BI) menilai rasio pembiayaan terhadap DPK (FDR) perbankan
syariah di level 100% masih aman, kendati untuk bank konvensional rasio LDR
telah diturunkan dari 100%, dan kini dipatok maksimal sebesar 92%.
“FDR saat ini 103%. Kalau kita pelajari
ini terdiri dari yang dimiliki oleh BUS (bank umum syariah) dan UUS (unit usaha
syariah) memberikan kontribusi ke angka itu,” ujar Direktur Eksekutif Perbankan
Syariah BI Edy Setiadi, di Jakarta, Senin, 16 Desember 2013.
Ia menambahkan, kebanyakan BUS memiliki
FDR di bawah 100%, walau ada juga yang FDR-nya melampaui angka tersebut.
Sementara untuk UUS, lanjut Edy, rasio FDR di atas 100% masih dibolehkan karena
ada dorongan dari induk usaha terkait likuiditas.
Menurutnya, pertumbuhan DPK selama
tahun ini mencapai 18% pada posisi Oktober dibandingkan Desember 2012.
Sementara dalam setahunan tumbuh 29,4%. Hal ini imbuh Edy, masih lebih baik
ketimbang pertumbuhan DPK perbankan konvensional. Namun, katanya, pada dua
bulan terakhir biasanya pertumbuhan DPK membaik dan bisa sampai 30%.
Terkait dengan kondisi perlambatan
ekonomi nasional dan global, bank sentral memang tengah menyoroti likuiditas
perbankan, sehingga menurunkan batas atas aturan GWM-LDR bank konvensional dari
100% menjadi 92%. Bila sebuah bank memiliki LDR di atas itu, masih dimungkinkan
selama rasio kecukupan modal (CAR) di atas 14%. Untuk menjaga FDR, kemampuan
bank untuk menambah DPK memang menjadi hal yang sangat penting.
“Memang belum ada kententuan (GWM-LDR),
kalau di konvensional 78-92%. Di bank syariah belum ada batasan. Jadi supaya
nanti tak ujug-ujug, kita sudah minta mereka secara supervisory action
agar jaga FDR di level 100%. Kalkulasi kita 100% itu sudah sesuai, beda dengan
konvensional yang maksimal 92%,” tutur Edy.
Hal ini, jelasnya, disebabkan karena
fasilitas pasar keuangan syariah masih sedikit. Akan berbeda bila kondisi pasar
keuangan syariah sudah lebih dalam, mengingat sebelum disalurkan menjadi pembiayaan
DPK akan lebih dulu masuk ke instrumen keuangan syariah seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Surat Berharga Negara
Syariah (SBNS). (*)
0 comments:
Post a Comment